My Playlist

Rabu, 10 Februari 2016

The Tales of An Elephant and A Turtle (BTS - Lovelyz Fanfiction)



Cast     : Yoo Jiae, Min Yoongi
Genre  : Friendship, School Life, Childhood
Rating : 15 (There is some description about violence in this story)


“ Ya, Min Yoongi!”
Aku menggoyang-goyangkan tubuh Yoongi yang berbaring di atas kursi taman seperti gelondongan kayu. Kenapa orang ini sangat suka tidur di manapun sejak dulu?
“ Eung... Aku tidak tidur...” gumam Yoongi lirih sambil beranjak duduk dengan wajah mengantuk.
“ Apa kau lembur lagi tadi malam?”
Yoongi mengangguk, “ Jadi, kau mau minta aku menemanimu ke mana?” tanyanya sambil mengacak-acak rambut cokelat tuanya.
Aku hanya tersenyum. Yoongi tampak mengerutkan keningnya heran.
“ Kau tidak ingat besok hari apa?” tanyaku. Yoongi mengalihkan pandangannya ke atas, mencoba berpikir.
“ Kamis?”
“ Tanggal?”
Yoongi lalu menatapku, bola matanya tiba-tiba melebar.
“ Aissh!! Kenapa tidak bilang dari kemarin??” serunya ketika dia berhasil mengingat sesuatu. “ Mati aku...”
“ Aku sudah mengingatkanmu dari jauh-jauh hari, Turtle...” ucapku sambil mencibir. Orang ini sepertinya punya memori yang pendek. “ Aku sudah bilang ‘Yoongi-ya, Kamis depan Yoojung akan berulang tahun, kau mau beri apa untuknya?’. Lalu kau bilang nanti saja.”
“ Huh..” Yoongi mendengus, tanda bahwa dia tidak mau mengakui kesalahannya. “ Temani aku mencari hadiah.. Aku tidak tahu hadiah apa yang cocok untuk perempuan.”
Aku tersenyum lebar, “ Itulah gunanya aku mengajakmu pergi. Sekalian...”
Wajah Yoongi kembali bingung, “ Apa?”
“ ... minggu depan ulang tahunku...”
Yoongi mengumpat kesal. Aku hanya bisa tertawa melihatnya.
“ Kenapa aku harus berpacaran dengan orang yang punya tanggal ulang tahun berdekatan denganmu.”
*   *   *
Mungkin Yoongi memang orang yang pemalas, terkadang cuek dengan apa yang terjadi di sekitarnya, dan bahkan melupakan hal yang paling penting sekalipun - menurutku, mengingat tanggal ulang tahun kekasih adalah hal yang penting -, tapi percayalah, dia adalah sahabat terbaik yang pernah aku punya. Hampir sama derajatnya dengan sahabatku sejak SD, Jung Minkyung. Yoongi juga temanku sejak SD, hanya saja aku baru mengenalnya ketika kelas 5 SD, sedangkan aku mengenal Minkyung sejak masuk SD.
Orang-orang yang mengenal kami sejak SD pasti akan mengira bahwa kami akan berpacaran pada akhirnya karena kami selalu pergi bersama kemanapun. Tapi mereka salah. Buktinya aku dan Yoongi menyukai orang lain. Yoongi baru saja berpacaran dengan adik kelasnya, Yoon Yoojung, seminggu lalu. Sedangkan aku ... sudahlah, lupakan saja.
Entah kenapa, ketika aku dan Yoongi sedang duduk di dalam bus saat ini, pikiranku melayang ke waktu ketika kami berbicara untuk pertama kali.
*   *   *
“ Ibu akan membagi kelompok untuk mengerjakan tugas prakarya.”
“ Aaaa...” sebagian besar murid kelas 5-2 mengeluh karena mereka tidak bisa memilih kelompok mereka sendiri. Guru Yoon mulai membacakan nama-nama murid yang akan menjadi satu kelompok tanpa mempedulikan apakah murid-muridnya menyukainya atau tidak.
“ Jiae-ya, kita tidak bisa jadi satu kelompok...” Minkyung, teman sebangku Jiae, tampak tidak senang. Aku hanya bisa mengerucutkan bibirnya, menirukan ekspresi wajah Minkyung saat ini. Lucu sekali wajahnya, pikirku.
“ Jung Minkyung, Lee Haemi”
“ Namaku sudah dipanggil, Jiae-ya. Aku pindah tempat duduk dulu. Semoga kau dapat teman kelompok yang menyenangkan.” Minkyung menarik tasnya dengan terpaksa.
“ Bersenang-senanglah, Minkyung-ah.” aku melambaikan tangannya sambil tersenyum. Aku juga merasa sedih karena tidak bisa satu kelompok dengannya. Tapi di sisi lain, aku juga ingin berkelompok dengan murid lainnya.
“ Yoo Jiae, Min Yoongi”
Huh? Siapa yang satu kelompok denganku? Min Yoongi?
Semua murid di kelas langsung menoleh ke arahku dengan tatapan kaget. Aku hanya bisa melihat ke kiri dan ke kanan, mencari orang yang bernama Min Yoongi itu. Tapi kemudian...
BRUK!
Sebuah tas ransel hitam mendarat mulus di kursi Minkyung yang ada di sebelahku. Aku hanya menatap ke arah tas tersebut hingga pemiliknya datang. Seorang anak laki-laki yang badannya lebih kecil dariku, bermata kecil, berambut hitam acak-acakan, dan pakaiannya pun juga tidak rapi.
“ Yoongi-ssi...” aku mencoba menyapanya walaupun sebenarnya aku merasa canggung.
Jujur saja, aku belum pernah berbicara dengan Yoongi. Yoongi adalah siswa pindahan dari SD Cheonguk. Dia dipindahkan karena sering sekali membolos sehingga presensi minimalnya tidak terpenuhi dan terpaksa dikeluarkan dari sekolah lamanya. Dan dia baru 2 bulan di sekolah ini. Karena reputasi di sekolah lamanya buruk, belum lagi di kelas dia tidak mau bicara dengan murid lainnya dan hanya tidur-tiduran ketika istirahat, belum ada murid di kelasnya yang berani mendekatinya. Apalagi ketika berkenalan dulu, dia tidak menanggapi kami sama sekali.
Dan mungkin aku akan jadi yang pertama.
“ Jangan takut. Aku tidak akan memukulmu atau apa.” Ucap Yoongi datar, sepertinya dia tahu bahwa aku agak takut mengajaknya berbicara. Aku hanya mengangguk sambil menatapnya yang kemudian menyandarkan tubuhnya di kursi.
 “ Tema prakarya kalian adalah keluarga. Terserah kalian ingin membuat apa. Kumpulkan minggu depan.” ujar Guru Yoon selanjutnya.
“ Iya, Bu!” sahut murid kelas 5-2 kompak.
“ Baiklah, kelas dibubarkan”
Murid-murid bersorak, diiringi dengan bel tanda pelajaran selesai berbunyi. Waktunya pulang sekolah. Tapi aku masih duduk memikirkan tugas kelompokku. Sepertinya Yoongi benar-benar tidak mau memikirkannya. Lihat saja, dia sudah memejamkan matanya.
“ Jiae-ya...” Minkyung menatapku khawatir dari mejanya di seberang sana. Haemi juga menatapku dengan tatapan yang sama.
“ Jangan khawatir..” ucapku tanpa suara.
SRUG!
Aku terperanjat melihat Yoongi yang beranjak dari kursinya dan akan berjalan keluar kelas sambil menarik tasnya.
“ Ya!” aku segera menarik tasnya untuk menghentikannya. Apa-apaan ini? Dia mau pergi tanpa memikirkan tugas kelompok?
Dia menoleh dan menatapku tajam. Aku bisa merasakan bahwa teman-teman yang masih ada di kelas menatap kami takut. Tapi aku tidak peduli.
“ Kerjakan tugasnya mulai sekarang!” seruku. Aku tidak suka dengan orang yang tidak bertanggungjawab dengan kewajibannya. Aku memang masih kelas 5 SD, tapi keluargaku selalu mengajarkanku untuk bertanggungjawab dengan kewajiban yang diberikan kepadaku.
“ Masih ada waktu seminggu!” balasnya.
“ Kau pikir ini akan selesai dalam waktu sehari?”
“ Aku akan membantu!” serunya kemudian, tapi kini sambil menunduk. “ Aku... aku tidak bisa melakukannya sekarang...”
“ Kenapa tidak?” tanyaku, masih mengira kalau dia ingin menunda-nunda pekerjaan. Pokoknya tidak akan kubiarkan hal itu terjadi.
“ Aku...” dia tidak berani menatapku seperti tadi. Kini pandangannya menjadi tidak menentu.
“ Aku akan membantu, tapi tidak sekarang. Kau bisa mencari ide atau apalah, aku akan membelikan peralatannya kalau kau mau.”
“ Tidak perlu, aku punya peralatan yang kita butuhkan. Memangnya kau mau ke mana?”
Yoongi tidak menjawab. Dia menarik tasnya yang masih kupegang sedari tadi, kemudian pergi begitu saja. Dia tampak aneh.
“ Jiae-ya, kau baik-baik saja?” Minkyung dan Haemi menghampiriku, khawatir.
“ Eung, aku baik-baik saja. Memangnya dia melakukan apa padaku?” ucapku sambil mencoba menenangkan teman-temanku.
“ Aku pikir dia akan memukulmu atau apa.” Ucap Haemi.
“ Dia tidak akan berani. Lihat saja. Dia belum tau seperti apa Yoo Jiae.”
“ Iya, Yoo Jiae, si Elephant, akan menginjaknya jika dia berbuat macam-macam.” Minkyung tertawa. Teman-teman sekelas menjulukiku Elephant bukan tanpa alasan. Badanku lebih besar dibandingkan murid-murid perempuan di kelasku. Aku tidak marah dijuluki seperti itu. Aku menganggapnya sebagai panggilan kesayangan.
Kini, aku memikirkan darimana aku harus memulai tugas prakaryaku.
*   *   *
Keesokan harinya...
Aku datang agak terlambat ke sekolah karena semalaman memikirkan apa yang harus ku buat untuk tugas prakarya. Aku berniat menyalahkan Yoongi yang kemarin tiba-tiba pergi dan tidak memberi ide sama sekali untuk itu.
Tapi niatku urung kulakukan ketika aku melihat keadaan Yoongi pagi ini.
Ruang kelasku sudah cukup ramai karena hampir semua murid sudah datang, termasuk Minkyung dan Haemi yang sepertinya sedang membahas tentang tugas mereka. Tapi mataku langsung tertuju ke arah kursi pojok belakang ketika aku masuk ke kelas.
Min Yoongi.
Yoongi sedang tertidur dengan kepala diletakkan di atas lengannya yang terjulur lurus. Wajahnya menghadap ke dinding. Aku langsung menghampirinya, berniat untuk menanyakan tentang tugas prakarya.
 Tapi kemudian aku melihat ke arah tangannya yang terjulur. Aku bisa melihat telapak tangannya memerah seperti dipukul.
Dengan hati-hati aku memanggilnya, “ Min Yoongi...”
Tidak ada jawaban. Mungkin dia memang sedang tidur.
“ Min Yoongi...” aku mengguncangkan bahunya sedikit. Dia lalu terbangun.
Aku terkejut ketika melihat wajahnya. Ada bekas luka di dekat bibir dan matanya seperti orang habis berkelahi.
“ Apa?” tanyanya dengan wajah mengantuk.
“ Uh, mukamu kenapa?” pertanyaan itu langsung terlontar begitu saja. Jujur saja, keadaannya sangat mengkhawatirkan saat ini.
Dia tidak langsung menjawab, malah mengibaskan tangannya di depan wajahnya. Jawaban yang diberikannya kemudian pun tidak ada hubungannya dengan pertanyaanku.
“ Tugas prakarya? Ayo kerjakan nanti.”
Oh, aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal itu.
“ Eum, baiklah... Kita kerjakan di rumahku saja sepulang sekolah, aku punya peralatannya.”
Yoongi hanya mengangguk, lalu kembali melanjutkan tidurnya. Aku menghela nafas kemudian berjalan meninggalkannya menuju bangkuku. Mungkin dia sedang ada masalah dan ingin melupakannya.
*   *   *
“ Min Yoongi.”
Mungkin orang akan merasa kesal jika namanya terus dipanggil-panggil selama seharian. Tapi untungnya orang yang kupanggil tidak merasa seperti itu. Entahlah, wajahnya selalu datar sehingga aku tidak tahu apa yang dipikirkannya.
Aku berjalan menghampiri tempat duduk Yoongi ketika bel pulang sekolah sudah berbunyi. Semua murid sudah berlari meninggalkan ruang kelas, termasuk Minkyung dan Haemi yang bercerita bahwa mereka akan langsung mengerjakan tugas prakarya sepulang sekolah, dan itu membuatku iri.
Aku tidak langsung berbicara ketika melihat Yoongi sibuk memegangi tangannya yang kemerahan tadi. Dia tampak menahan sakit.
“ Tanganmu... tidak apa-apa?”
Yoongi menoleh, tampak terkejut.
“ Uh, tidak apa-apa.” Dia menyembunyikan tangannya di balik saku celana.
“ Coba lihat.” Aku menarik tangannya. Aku tidak mau ketika mengerjakan tugas nanti dia sibuk mengurusi tangannya. “ Ya ampun, ada apa dengan tanganmu?”
Yoongi mencoba menarik tangannya dengan kasar, tapi itu tidak akan berhasil karena pegangan tanganku saat ini sangat kuat.
Tangan Yoongi saat ini, seperti yang ku bilang tadi, telapak tangannya memerah. Tapi jika dilihat lebih dekat, ada bekas goresan di sekitar pergelangan tangannya.
“ Kau mau bunuh diri?” tanyaku terkejut. Yoongi langsung menarik tangannya lagi. Wajahnya tampak marah. Aku sempat berpikir dia akan urung mengerjakan tugas karena aku tampak seperti mengganggunya atau mengurusi masalahnya. Tapi...
“ Ayo segera kerjakan tugas kita. Tanganku baik-baik saja.” Yoongi memasukkan tangannya ke saku celana lagi dan beranjak dari tempat duduknya, meninggalkanku keluar kelas.
Aku terdiam sejenak, lalu berlari mengejarnya.
“ Ya! Memang kau tau rumahku?”
*   *   *
“ Eomma! Aku pulang!” seruku begitu aku dan Yoongi sampai di rumah.
Sepanjang perjalanan dari sekolah ke rumah, kami hanya diam. Aku ingin mengajak Yoongi berbicara, menanyakan tentang luka-luka di tangan dan wajahnya, tapi karena takut dia marah, aku memilih diam.
“ Oh, kau membawa teman, Jiae-ya?” ibuku keluar dari dapur dan tersenyum ke arah Yoongi. Aku menoleh dan melihat Yoongi yang membungkuk dengan ekspresi canggung.
“ Dia Min Yoongi, teman sekelasku. Kami mau mengerjakan tugas prakarya di sini, Eomma.”
“ Baiklah.. Eomma akan menyiapkan makanan dan minuman untuk kalian.” Ibuku kembali ke dapur.
“ Duduklah.” Aku menyuruh Yoongi duduk di dekat meja ruang tamu. Dia langsung duduk, masih dengan ekspresi datarnya.
“ Tunggu di sini sebentar” kali ini ekspresi Yoongi berubah bingung begitu melihatku berjalan masuk ke dapur, menyusul ibuku.
“ Eomma..” panggilku dengan suara pelan. Ibu yang sedang membuat es sirup menoleh.
“ Apa Eomma punya obat luka?”
*   *   *
Aku melihat Yoongi nyaris tertidur di dekat meja.
“ Apa kau selalu tidur di manapun?” tanyaku sambil membawa kotak P3K milik ibuku dan berjalan mendekatinya.
“ Huh?” Yoongi langsung terduduk dan menatap barang bawaanku heran. “ Mana alat prakaryamu?”
“ Ini dulu.” Aku meletakkan kotak P3K yang cukup berat itu di hadapannya. Lalu membukanya dan mengeluarkan obat luka.
“ Sudah ku bilang tanganku baik-baik saja.”
“ Baik-baik saja sampai kau terus-terusan memeganginya sepanjang jalan tadi?” tanyaku yang sukses membuatnya diam.
Aku menarik tangannya dan mengoleskan obat luka di bekas goresan yang ada di pergelangan tangannya. Dia meringis kesakitan.
“ Tuh kan.. Kalau tidak diobati, tanganmu ini akan membusuk.” ucapku, mencoba membuatnya tertawa. Tapi yang ada dia mengataiku.
“ Jangan bodoh.”
Orang ini tidak bisa diajak bercanda.
Aku membebatkan perban di tangannya. “ Nah kalau begini, tanganmu tidak akan sakit lagi. Sekarang wajahmu.”
“ Huh, tidak usah. Kau hanya membuang-buang waktu.” Yoongi menggelengkan kepalanya.
“ Aku tidak suka kalau ada sesuatu yang mengganggu apa yang kukerjakan.” Aku langsung membubuhkan obat luka di dekat mata dan bibirnya yang terluka. Dia kembali mengerang kesakitan.
“ Siapa yang melakukan ini padamu, huh?” tanyaku. Yoongi tidak menjawab.
Kemudian Ibu datang membawa es sirup dan kue.
“ Jiae sangat perhatian dengan teman-temannya.” ucapnya.
“ Huh, jangan memujiku di depan temanku, Eomma.” Aku mengerucutkan bibirku ke arah Ibu. Ibu tertawa kecil.
“ Apa yang terjadi denganmu, Yoongi-ssi, jika Ibu boleh tahu?”
Aku selesai mengobati luka Yoongi. Dia tampak menunduk dan menggumam.
“ Tidak ada apa-apa. Terima kasih sudah bertanya...”
Aku dan ibuku saling bertatapan. Aku lalu mengisyaratkan ibuku untuk tidak bertanya lagi. Ibu hanya mengangguk lalu kembali ke kesibukannya semula di dapur.
“ A-aku akan mengambil alat prakarya..” aku segera beranjak ke kamar, mengambil beberapa kertas berwarna dan peralatan prakarya seperti gunting, spidol berwarna, lem, dan lain-lain, lalu kembali ke ruang tamu.
Yoongi kini sudah mengangkat wajahnya lagi. Dia tampak mengambil beberapa kue dan memakannya sampai habis.
“ Apa kau sangat lapar sampai kue-kue itu hampir habis semuanya?” tanyaku sambil meletakkan peralatan prakarya di hadapannya.
“ Aku... belum sarapan tadi...” ucapnya lirih.
Aku hanya menatapnya bingung. Belum sarapan, tubuhnya penuh luka, tertidur di manapun. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Min Yoongi?
“ Makan saja dulu.” Aku menyodorkan piring kue kepada Yoongi. Dia menatapku bingung, tapi tangannya yang tadi kuperban secara refleks mengambil kue lagi. Dia benar-benar kelaparan.
“ Apa yang ingin kau buat untuk tugas prakarya?” tanyaku kemudian.
“ Terserah kau saja.” Ucapnya sambil menelan kue yang dikunyahya. “ Aku.. tidak punya pikiran apa-apa tentang tema keluarga...”
Aku mengerutkan kening, “ Memang kenapa?”
“ Aku tidak suka keluargaku...” ucapnya lagi dengan suara lirih. “ Aku tidak pernah mengerjakan tugas apapun yang punya tema keluarga di dalamnya. Maka dari itu.. aku hanya akan membantu..”
“ Kalau boleh tahu, apa yang terjadi dengan keluargamu?” tanyaku hati-hati.
Meskipun dengan suara tercekat dan tampak ragu untuk menceritakan semuanya, aku bisa menangkap apa yang terjadi dengan keluarga Yoongi.
Yoongi adalah anak satu-satunya di keluarganya. Ayahnya bekerja serabutan dan sering pulang malam dalam keadaan mabuk. Jika sudah seperti itu, dia akan memarahi ibu dan dirinya, memukuli mereka berdua jika perlu. Itulah yang menyebabkan tangan dan wajah Yoongi jadi seperti sekarang.
Keadaan malam hari yang seperti itu membuat Yoongi jarang tidur nyenyak dan hanya bisa tidur ketika di kelas. Selain itu Yoongi juga mencoba mencari kerja untuk membantu ibunya yang uangnya terus diambil ayahnya untuk mabuk-mabukan. Itulah sebabnya kemarin Yoongi pulang cepat setelah sekolah karena dia harus bekerja di tempat bibi jauhnya.
Anak kelas 5 SD menanggung beban seperti ini?
“ Jangan... ceritakan pada siapapun...” ucapnya setelah mengakhiri ceritanya. “ Aku tidak mau orang mengasihaniku karena aku seperti ini.”
“ Tapi, tetap saja kau butuh teman untuk bercerita.” Ujarku. “ Teman akan membuat keadaanmu lebih baik.”
“ Aku tidak pernah punya teman karena aku tidak bicara dengan siapapun di kelas.” Ujar Yoongi. “ Aku juga gampang marah, aku takut hanya akan menyakiti mereka jika aku bicara dengan mereka.”
“ Kalau begitu, bertemanlah denganku.” Ucapku sambil mengulurkan tangan. Yoongi tampak terkejut.
“ Aku kebal terhadap orang yang marah.” Aku tersenyum lebar. “ Minkyung dan orang tuaku sering memarahiku, tapi aku bersikap seperti tidak ada apa-apa.”
Yoongi mendengus, “ Huh, kau hanya mengasihaniku kan?”
Aku membelalakkan mata, lalu menatap kertas di depanku. “ Kalau kau tidak mau dikasihani...” aku mengambil beberapa kertas dan gunting, kemudian memberikannya pada Yoongi, “ ... sekarang potong kertas-kertas ini mengikuti pola yang sudah ku gambar. Aku tidak peduli tanganmu masih sakit atau tidak sekarang.”
Yoongi menerima kertas-kertas dariku dan menatapku bingung. Aku tertawa melihat ekspresinya saat ini. Dan tidak kusangka dia ikut tertawa kecil.
“ Apa kau merasa lebih baik?” tanyaku sambil tersenyum. Yoongi hanya mengangguk sambil mengambil gunting dan mulai memotong kertas sambil sedikit tersenyum.
“ Itulah gunanya teman..”
“ Apa teman-temanmu akan merasa baik-baik saja kalau kau punya teman sepertiku?”
“ Maksudmu Minkyung dan Haemi?”
“ Mereka tampak takut denganku...”
“ Itu karena kau tidak pernah bicara dengan mereka..” aku menepuk kakinya, “ ... tenang saja, aku akan mencarikan banyak teman untukmu tanpa perlu menceritakan masalah keluargamu...”
Yoongi kembali tersenyum sambil menyelesaikan memotong lembaran pertama. “ Terima kasih. Aku akan berhutang banyak padamu.”
“ Tidak usah dipikirkan..” aku menatap piring kue yang kini kosong. “ Ngomong-ngomong, kau benar-benar rakus menghabiskan satu piring kue. Aku bahkan tidak kebagian.”
Yoongi tertawa melihat ekspresiku yang pura-pura sedih. Aku senang bisa melihat sisi lain dari Min Yoongi hari ini. Kami bahkan bisa menyelesaikan tugas prakarya dalam waktu semalam. Prakarya yang kami buat adalah sebuah kartu ucapan Hari Keluarga dengan model pop-up.
Sejak saat itu, aku dan Yoongi berteman baik. Aku juga mencoba mengajaknya berbicara dengan Minkyung, Haemi, dan beberapa anak laki-laki di kelas. Beruntung mereka mau menerimanya walaupun masih agak canggung.
*   *   *
“ Ya! Kita sudah sampai!” tepukan di pundakku membuyarkan lamunanku. Yoongi langsung beranjak dari tempat duduknya. Aku mengikutinya.
“ Di mana kita akan membeli hadiah?” tanyanya sambil melihat ke berbagai arah.
“ Lewat sini. Ada toko hadiah yang bagus.” Aku menunjuk ke depan sambil menggandeng Yoongi. Dia hanya mengikutiku sampai ke toko hadiah yang kemarin sempat ku survei sebelum mengajaknya ke sini.
“ Pilih.” Ucapnya begitu masuk ke toko hadiah.
“ Kau ini malas sekali. Kau yang tahu barang kesukaannya.”
“ Maksudku, pilih hadiahmu.”
“ Huh? Yang benar?” aku terkejut. Yoongi mengangguk. Dia lalu meninggalkanku untuk memilih hadiah ulang tahun Yoojung di rak lain.
“ Hei, kau tidak mau aku memilihkan hadiah untuk Yoojung?”
“ Lupakan.” Ucapnya singkat sambil mengibaskan tangannya, sebelum menghilang di antara rak-rak hadiah.
Lihatlah, Min Yoongi yang dulu tampak menyeramkan karena tidak pernah bicara sekarang menjadi lebih cerewet tapi sebaik ibu peri.
* * * *

Hai, sebenernya aku udah beberapa kali posting FF di sini, tapi karena ga pernah selesai jadi sering aku hapus. >_< Mumpung lagi libur semester, aku nyoba nyelesaiin beberapa FF yang aku bikin di laptop. Alhamdulillah yang ini selesai... Kyak~ >-<
Aku BTS-Lovelyz shipper sih tapi bukan Suga-Jiae shipper. Ga tau kenapa setelah baca beberapa FF di website lain jadi pingin bikin FF tentang Suga tapi bukan yang romance. Hehe... Semoga kalian suka... ^-^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar